Lawan Impunitas Perusahaan Pertambangan
Jakarta - Pemerintah diminta untuk melindungi para pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dari berbagai tindakan yang membahayakan keselamatan para pembela HAM terutama dalam memperjuangkan kepentingan rakyat yang terkena dampak negative dari eksplorasi pertambangan.
“Banyak aktifis pembela HAM justru sering digugat balik oleh perusahaan pertambangan dengan alasan pencemaran nama baik,”ujar Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Siti Maemunah dalam diskusi “Pelanggaran HAM dan Impunitas Industri Tambang” yang diselenggarakan JATAM di Jakarta, Senin 27 Oktober 2008.
Menurutnya dalam berbagai pengadilan terkait perusahaan pertambangan, para pembela HAM yang kerap membela kepentingan penduduk local justru kerap kalah.” Para perusahaan pertambangan selalu memenangkan gugatannya di pengadilan,”tukasnya.
Hal senada disampaikan Koordinator Human Right Working Group (HRWG) Rafendi Djamin. Menurutnya para pembela HAM kerap menghadapi Andaman pembunuhan, penyiksaan, penghilangan paksa. Selain itu, tambah dia, para pembela HAM juga kerap menghadapi tuntutan pidana dan perdata, dituding sebagai antek asing.
“Ancaman lain adalah adanya pembatasan dalam bentuk undang-undang, pembatasan memperoleh informasi dan berekspresi, komunikasi dengan semua elemen, kebebasan berkumpul dan bergerak termasuk akses ke sumber dana,”terang dia.
Adapun Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh mengungkapkan Undang-Undang Pokok Pertambangan Tahun 1967, pasal-pasalnya justru memberikan kekebalan pada industri tambang dalam melakukan aktifitasnya di Indonesia.
“Ini yang harus dilihat, bagaimana perkembangannya sampai sekarang. Industri yang dianggap strategis tidak bisa disentuh oleh hukum apapun di Negara ini. Semua pelanggaran HAM yang dilakukan industri pertambangan tidak dihukum, walaupun sampai ke pengadilan tetap dimenangkan dan rakyat yang kalah,”sesalnya. (Gahar)
Senin, 03 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar