Senin, 03 November 2008

DIMANA NEGARA HARUS BERPIHAK DI MASA KRISIS KAPITALISME?

Jakarta - Krisis ekonomi sudah berakibat parah di Indonesia . Krisis kapitalisme ternyata harus ditanggung oleh rakyat Indonesia saat ini. Harga-harga kebutuhan pokok sudah melonjak tinggi sehingga menyebabkan kondisi rakyat Indonesia semakin terpuruk.
Dengan kondisi keterpurukan pada rakyat Indonesia , pemerintah kapitalis masih saja berusaha untuk menipu rakyatnya kembali. Dengan argmentasi bahwa krisis kapitalisme ini dapat dilalui dengan baik dan meminta rakyat Indonesia untuk tidak panik, pemerintah Indonesia berusaha untuk “menolong” BUMN dan perusahaan-perusaha an kapitalis. Pertolongan tersebut adalah dengan memberikan dana “suntikan” yang diambil dari dana cadangan devisa. Padahal jelas bahwa krisis ini sendiri yang menyebabkan adalah para kapitalis yang berusaha menarik keuntungan sebesar-besarnya demi kekayaan pribadinya.
Hal ini tentu saja menjadi tidak masuk akal bagi rakyat Indonesia , ketika pemerintah kapitalis ingin menyuntikkan dana cadangan devisanya kepada Bakrie Group. Ini sangat tidak adil bagi rakyat Indonesia yang telah menderita kehidupannya akibat sepak terjang dari para kapitalis ini. Hal ini tentu saja menunjukkan keberpihakan pemeirntahan SBY-JK kepada para kapitalis yang dengan cepat memberikan dana talangan kepada Bakrie Group.
Belum lagi masalah penyuntikkan dana sebesar 7.2 triliun rupah kepada anak perusahaan BI, NV Indover Bank Amsterdam . Padahal sejak awal BPK pada tahun 2006 telah memberikan rekomendasi kepada BI agar melikuidasi Bank Indover. Hal ini karena terkait beberapa permasalahan di Bank Indover ketika BPK melakukan audit terhadap Bank Indover. Namun rekomendasi BPK tersebut tidak digubris sama sekali oleh BI. Kecurigaan bahwa bank Indover ini merupakan sarang permainan dari para pejabat-pejabat BI pada masa Orde Baru hingga saat ini pun menyeruak. Namun ketidakpedulian pemerintah kapitalis terhadap rekomendasi tersebut, kembali menunjukkan keberpihakan pemerintah kapitalis kepada para pemilik modal. Pemerintah kapitalis lebih memilih untuk menyelamatkan para kapitalis dibandingkan untuk menyelamatkan kehidupan rakyat.

Keterpurukan nasib rakyat sebenarnya diringankan jika saja pemerintah menurunkan harga BBM. Saat ini harga minyak mentah dunia sudah menurun drastis hingga 70 dollar US/barrel. Bahkan Pertamina sudah sangat diuntungkan dengan harga sekarang. Jelas penurunan harga BBM yang saat ini sudah melambung tinggi, akan memperingan keterpurukan rakyat Indonesia yang sudah babak belur akibat tingginya inflasi. Langkah ini juga akan menyelamatkan sektor riil karena akan memberikan dampak perbaikan dalam daya beli rakyat sehingga meningkatkan permintaan barang. Turunnya harga BBM akan membantu menekan inflasi.
Namun usulan untuk segera menurunkan harga BBM dengan serta merta langsung ditolak oleh pemerintah kapitalis. Penolakan ini lebih dilandasi karena belum jelasnya arah harga minyak mentah dunia ke depan. Namun yang jelas adalah penolakan tersebut lebih didasarkan oleh kepentingan politik 2009. Pemerintah kapitalis sangat takut untuk tidak poluler ketika 2009, kalau saja ternyata nantinya harga minyak mentah dunia kembali melonjak. Karena otomatis harga BBM akan kembali menanjak mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia. Ini adalah keputusan politik dari pemerintah kapitalis yang jelas-jelas tidak menghiraukan kepentingan rakyat. Keputusan untuk menunda penurunan harga BBM hanya didasarkan agar pemerintah kapitalis saat ini tetap populer pada tahun 2009.
Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:
1. Menyerukan kepada seluruh gerakan rakyat untuk melakukan konsolidasi gerakan rakyat multi sektor agar menekan Negara memperjelas keberpihakan politiknya di masa krisis ini. Negara kapitalis saat ini jelas telah dikuasai oleh partai-partai bourjuasi yang sibuk menjarah untuk persiapan Pemilu 2009 dan juga oleh kepentingan kaum pemilik modal yang terpuruk akibat efek krisis keuangan global.
2. Mendesak Negara untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan antisipasi penyelematan rakyat di masa krisis, seperti Jaminan Sosial Warga Negara, Aturan Nasionalisasi perusahaan yang ditinggal oleh pemilik modal, penolakan pembayaran hutang luar negeri dan tolak hutang baru

3. Turunkan harga BBM sekarang juga, karena akan membantu rakyat untuk menyesuaikan diri dengan kesulitan kehidupan yang bertambah akibat krisis kapitalisme. Penurunan harga BBM tersebut didasari oleh penurunan harga minyak mentah dunia dan akan juga menekan inflasi. (Gahar).

PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-80 DI MABES TNI

Jakarta -Segenap personel Mabes TNI baik militer maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan upacara peringatan hari Sumpah Pemuda ke-80 di Lapangan Upacara Mabes TNI Cilangkap, Jakarta , Selasa (28/10). Selaku Inspektur Upacara (Irup) pada peringatan tersebut adalah Marsda TNI Abiadi Hasan ( Pewira Staf ahli Tk. III Bidang Kesejahteraan Prajurit), sedangkan sebagai Komandan Upacara adalah Kolonel Kav. Nurmani (Paban VII Spers TNI).
Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-80 ini mengambil tema “Mewujudkan Pemuda Nasionalis, Religius, Bangkit Bersatu Menuju Indonesia Sejahtera”, Inspektur Upacara membacakan sambutan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Dr. Adyaksa Dault, yang antara lain mengajak kepada segenap komponen pemuda untuk lebih memperkuat solidaritas sosial dalam kehidupan berbangsa.
Individualisme sebagai dampak buruk dari modernisasi yang kian merebak cenderung mengakibatkan kerapuhan sosial dan hanya menambah kesengsaraan rakyat. Untuk itu para pemuda secara cerdas harus mampu mengambil prakarsa untuk menguatkan soliditas diantara sesama bangsa.
Selain itu Menpora juga meminta kepada pemuda di seluruh penjuru tanah air agar keluar dari penyakit transisi demokrasi, dimana orang cenderung menggunakan kebebasan secara tanpa batas. Dengan jiwa kepeloporan, daya intelektualitas dan potensi profesionalitas yang ada dalam diri pemuda, maka para pemuda akan mampu menempuh langkah kreatif untuk keluar dari penyakit transisi demokrasi sehingga akan terbangun iklim kondusif sebagai modal utama dalam menghidupkan sendi-sendi perekonomian bangsa dalam rangka bangkit menuju Indonesia sejahtera. (Gahar).

PEMERINTAH DIMINTA LINDUNGI PEMBELA HAM

Lawan Impunitas Perusahaan Pertambangan

Jakarta - Pemerintah diminta untuk melindungi para pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dari berbagai tindakan yang membahayakan keselamatan para pembela HAM terutama dalam memperjuangkan kepentingan rakyat yang terkena dampak negative dari eksplorasi pertambangan.
“Banyak aktifis pembela HAM justru sering digugat balik oleh perusahaan pertambangan dengan alasan pencemaran nama baik,”ujar Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Siti Maemunah dalam diskusi “Pelanggaran HAM dan Impunitas Industri Tambang” yang diselenggarakan JATAM di Jakarta, Senin 27 Oktober 2008.
Menurutnya dalam berbagai pengadilan terkait perusahaan pertambangan, para pembela HAM yang kerap membela kepentingan penduduk local justru kerap kalah.” Para perusahaan pertambangan selalu memenangkan gugatannya di pengadilan,”tukasnya.
Hal senada disampaikan Koordinator Human Right Working Group (HRWG) Rafendi Djamin. Menurutnya para pembela HAM kerap menghadapi Andaman pembunuhan, penyiksaan, penghilangan paksa. Selain itu, tambah dia, para pembela HAM juga kerap menghadapi tuntutan pidana dan perdata, dituding sebagai antek asing.
“Ancaman lain adalah adanya pembatasan dalam bentuk undang-undang, pembatasan memperoleh informasi dan berekspresi, komunikasi dengan semua elemen, kebebasan berkumpul dan bergerak termasuk akses ke sumber dana,”terang dia.
Adapun Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh mengungkapkan Undang-Undang Pokok Pertambangan Tahun 1967, pasal-pasalnya justru memberikan kekebalan pada industri tambang dalam melakukan aktifitasnya di Indonesia.
“Ini yang harus dilihat, bagaimana perkembangannya sampai sekarang. Industri yang dianggap strategis tidak bisa disentuh oleh hukum apapun di Negara ini. Semua pelanggaran HAM yang dilakukan industri pertambangan tidak dihukum, walaupun sampai ke pengadilan tetap dimenangkan dan rakyat yang kalah,”sesalnya. (Gahar)