Jakarta - Korpri atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI hendaknya senantiasa meningkatkan soliditas dan solidaritas yang tinggi, dengan menjalin kerja sama yang baik dengan unsur Keluarga Besar TNI lainnya maupun dengan PNS di luar institusi TNI, sebagai sumbangsih PNS TNI dalam menjaga persatuan dan kesatuan Nasional. Demikian pengarahan Kasum TNI Laksamana Madya Y. Didik Heru Purnomo, kepada PNS TNI pada acara silaturahmi dengan Korpri/PNS TNI di GOR A Yani Mabes TNI Cilangkap, Jakarta , Jum’at (28/11).
Pengarahan Kasum TNI yang diikuti sekitar 1000 PNS TNI baik PNS dari Mabes TNI, PNS TNI AD, PNS TNI AL dan PNS TNI AU tersebut merupakan rangkaian kegiatan Unit Nasional Korpri TNI dalam menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-37 Korpri.
Lebih lanjut Kasum TNI menyampaikan bahwa sesuai kebijakan pimpinan TNI, kedudukan dan peran PNS TNI tidak lagi bersifat suplementer atau pelengkap akan tetapi bersifat komplementer atau bagian yang tidak terpisahkan dari struktur organisasi dan kekuatan TNI. Kebijakan tersebut membawa konsekuensi bukan saja dari segi administrasi pembinaan melainkan juga dari segi moral dan etos pengabdian.
Menurut Kasum TNI, beberapa konsekuensi yang harus dicamkan baik oleh unsur Pembina dalam hal ini TNI maupun oleh anggota PNS TNI, adalah : Pertama, keharusan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas PNS TNI. Dengan peran dan kedudukannya sebagai komplemen TNI, maka PNS TNI memiliki tanggung jawab yang sama dalam setiap pelaksanaan tugas pokok TNI. Artinya sejauh mana tingkat keberhasilan TNI dalam melaksanakan tugas pokoknya, turut ditentukan oleh sejauh mana dan seberapa besar peran yang diberikan oleh PNS TNI. Kedua, Seluruh jajaran dan anggota PNS TNI harus dapat menghayati dan melaksanakan nilai-nilai dan tradisi yang berlaku bagi TNI, seperti dedikasi, loyalitas dan militansi TNI yang berisi keunggulan moral, sikap pantang menyerah, watak rela berkorban dan senantiasa mampu manunggal dengan takyat dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, pembinaan PNS di lingkungan TNI melekat sebagai salah satu fungsi komando. Sejauhmana tingkat kualitas, profesionalitas, kinerja dan moralitas setiap PNS TNI sejak berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan proses pensiun, adalah tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan satuan.
Sementara itu Ketua Unit Nasional Korpri TNI drg. Mirian Damayanti, Sp KGA dalam sambutannya menghaturkan penghargaan dan ucapan terimakasih atas perkenan Kasum TNI meluangkan waktu untuk memberikan Pengarahan kepada PNS TNI, Semoga ceramah yang disampaikan berkenaan dengan peringatan hari ulang tahun ke-37 Korpri dapat dijadikan bekal dan motivasi bagi seluruh PNS yang tergabung dalam Korpri TNI dalam meningkatkan profesionalitas, soliditas dan kinerja pengabdian melalui organisasi TNI. (Gahar).
Senin, 15 Desember 2008
MASYARAKAT PAPUA HANYA INGIN PERSAMAAN HAK
Tidak Ada Niat Merdeka
Jakarta - Masyarakat Papua tidak pernah ada keinginan untuk memerdekakan diri, sebab yang diinginkan masyarakat Papua sebenarnya adalah adanya perlakuan yang sama seperti warga Negara yang lainnya.
Hal tersebut disampaikan mantan menteri luar negeri Organisasi Papua Merdeka, Nicholas Meset dalam diskusi tentang Papua di gedung DPR RI Jakarta, Kamis 27 November 2008.
“Kami ingin diperlakukan sama dengan warga Negara lain dan bukan ingin memerdekakan diri. Mari kita kembali ke Papua membangun kembali Papua dengan baik-baik,”ujar Meset.
Meset berharap anak-anak Papua dapat memperoleh pendidikan yang baik sehingga mereka bisa bangga menjadi anak Papua dan anak Indonesia . “Kalau perasaan itu tidak ada maka akan susah bagi anak Papua,dan mereka akhirnya hanya berpikir ingin merdeka. Lalu setelah merdeka mau makan apa? Masalah pemilihan gubernur saja sudah bertengkar apalagi mau merdeka,”tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPR, Ali Mochtar Ngabalin menegaskan bahwa di Papua tidak ada lagi separatisme. Sebab menurutnya, tidak ada lagi pikiran teman-teman di Papua untuk merdeka dan membangun sebuah negara seperti yang dibicarakan dunia internasional.
“Yang menjadi masalah adalah rakyat Papua ingin ada kebersamaan hak seperti warga Negara Indonesia lainnya disegala bidang mulai dari pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan politik,”jelas politisi Partai Bulan Bintang ini.
Dirinya menambahkan, untuk masalah Papua, ada hal yang perlu diperhatikan termasuk masalah fasilitas, tuntutan Otsus, kesejahteraan dan alokasi anggaran bagi Papua begitu juga soal perundangan yang ada.
“Di Papua tarik menarik kekuasaan juga kuat dan itu terjadi di beberapa titik di Papua, sehingga perlu ada pendekatan yang berbeda dengan pendekatan di Jawa atau Kalimantan ,”terangnya seraya menambahkan perlunya sebuah kerangka politik ala Papua sehingga tidak akan merepotkan generasi yang akan datang.
Adapun anggota Komisi I dari Partai Golkar, Yoris Raweyai menilai pemerintah perlu memberikan pencerahan politik yang benar terutama bagi generasi muda tentang apa yang sebenarnya terjadi baik itu di Papua, Aceh atau tempat lain.
“Orang Papua sudah ikut berjuang dari waktu ke waktu dengan berbagai cara tetapi ternyata persoalan Papua tidak selesai-selesai,”sesalnya. (Gahar).
Jakarta - Masyarakat Papua tidak pernah ada keinginan untuk memerdekakan diri, sebab yang diinginkan masyarakat Papua sebenarnya adalah adanya perlakuan yang sama seperti warga Negara yang lainnya.
Hal tersebut disampaikan mantan menteri luar negeri Organisasi Papua Merdeka, Nicholas Meset dalam diskusi tentang Papua di gedung DPR RI Jakarta, Kamis 27 November 2008.
“Kami ingin diperlakukan sama dengan warga Negara lain dan bukan ingin memerdekakan diri. Mari kita kembali ke Papua membangun kembali Papua dengan baik-baik,”ujar Meset.
Meset berharap anak-anak Papua dapat memperoleh pendidikan yang baik sehingga mereka bisa bangga menjadi anak Papua dan anak Indonesia . “Kalau perasaan itu tidak ada maka akan susah bagi anak Papua,dan mereka akhirnya hanya berpikir ingin merdeka. Lalu setelah merdeka mau makan apa? Masalah pemilihan gubernur saja sudah bertengkar apalagi mau merdeka,”tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPR, Ali Mochtar Ngabalin menegaskan bahwa di Papua tidak ada lagi separatisme. Sebab menurutnya, tidak ada lagi pikiran teman-teman di Papua untuk merdeka dan membangun sebuah negara seperti yang dibicarakan dunia internasional.
“Yang menjadi masalah adalah rakyat Papua ingin ada kebersamaan hak seperti warga Negara Indonesia lainnya disegala bidang mulai dari pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan politik,”jelas politisi Partai Bulan Bintang ini.
Dirinya menambahkan, untuk masalah Papua, ada hal yang perlu diperhatikan termasuk masalah fasilitas, tuntutan Otsus, kesejahteraan dan alokasi anggaran bagi Papua begitu juga soal perundangan yang ada.
“Di Papua tarik menarik kekuasaan juga kuat dan itu terjadi di beberapa titik di Papua, sehingga perlu ada pendekatan yang berbeda dengan pendekatan di Jawa atau Kalimantan ,”terangnya seraya menambahkan perlunya sebuah kerangka politik ala Papua sehingga tidak akan merepotkan generasi yang akan datang.
Adapun anggota Komisi I dari Partai Golkar, Yoris Raweyai menilai pemerintah perlu memberikan pencerahan politik yang benar terutama bagi generasi muda tentang apa yang sebenarnya terjadi baik itu di Papua, Aceh atau tempat lain.
“Orang Papua sudah ikut berjuang dari waktu ke waktu dengan berbagai cara tetapi ternyata persoalan Papua tidak selesai-selesai,”sesalnya. (Gahar).
SBY BUKA PERTEMUAN PARLEMEN SE ASIA
Jakarta - Pertemuan anggota-anggota parlemen se-Asia atau Asian Parliamentary Assembly (APA) resmi dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di gedung DPR RI Jakarta, Kamis 27 November 2008. Dalam sambutannya, Presiden mengajak negara-negara di Asia untuk mereformasi sistem ekonomi internasional.
Parlemen Indonesia menjadi tuan rumah dalam Asian Parliamentary Assembly (APA) yang akan berlangsung mulai dari tanggal 27-29 November di Jakarta. Pertemuan yang diikuti oleh 210 peserta dari 25 parlemen di Asia ini akan mengedepankan isu krisis ekonomi global yang kini sedang mengguncang dunia.
“ China , Jepang, dan India merupakan Negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Dengan demikian maka Asia berpeluang besar menjadi pusat pertumbuhan perekonomian dunia,"ujar SBY.
Presiden berharap dengan digelarnya sidang APA berbagai masalah global seperti masalah kemiskinan, pasar energi, budaya dan perang melawan korupsi serta masalah lingkungan bisa diselesaikan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR RI Agung Laksono berharap wakil-wakil rakyat di kawasan Asia dapat mewujudkan sistem keuangan perdagangan dan perekonomian yang lebih adil, pro kemiskinan dan pro pertumbuhan.
“Dalam menghadapi krisis keuangan yang masih melanda dunia maka tema yang akan diusung pada sidang APA ketiga ini adalah isu sentral dalam General Debate,”tambahnya.
Pertemuan APA diharapkan bisa menelurkan sebuah deklarasi yang akan dinamakan Jakarta Declaration.(Gahar).
Parlemen Indonesia menjadi tuan rumah dalam Asian Parliamentary Assembly (APA) yang akan berlangsung mulai dari tanggal 27-29 November di Jakarta. Pertemuan yang diikuti oleh 210 peserta dari 25 parlemen di Asia ini akan mengedepankan isu krisis ekonomi global yang kini sedang mengguncang dunia.
“ China , Jepang, dan India merupakan Negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Dengan demikian maka Asia berpeluang besar menjadi pusat pertumbuhan perekonomian dunia,"ujar SBY.
Presiden berharap dengan digelarnya sidang APA berbagai masalah global seperti masalah kemiskinan, pasar energi, budaya dan perang melawan korupsi serta masalah lingkungan bisa diselesaikan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPR RI Agung Laksono berharap wakil-wakil rakyat di kawasan Asia dapat mewujudkan sistem keuangan perdagangan dan perekonomian yang lebih adil, pro kemiskinan dan pro pertumbuhan.
“Dalam menghadapi krisis keuangan yang masih melanda dunia maka tema yang akan diusung pada sidang APA ketiga ini adalah isu sentral dalam General Debate,”tambahnya.
Pertemuan APA diharapkan bisa menelurkan sebuah deklarasi yang akan dinamakan Jakarta Declaration.(Gahar).
Langganan:
Postingan (Atom)